Senin, 19 Oktober 2009

momen inersia

Momen inersia adalah kelembaman suatu benda yang berotasi,yang dirotasikan terhadap sumbu tertentu. Momen Inersia (I) adalah suatu besaran yang memperlihatkan tentang usaha suatu sistem benda untuk menentang gerak rotasinya. Besaran ini dimiliki oleh semua sistem benda (khususnya padat) apapun bentuknya (bulat, persegi, segitiga, dll). Oleh karena itu momen inersia didefinisikan sebagai kecenderungan suatu sistem benda untuk berputar terus atau diam sebagai reaksi terhadap gaya torsi dari luar.
Pada dasarnya menentukan momen inersia benda berwujud tertentu seperti silinder pejal, bola dsb cenderung lebih mudah dibandingkan jika kita harus menentukan besar momen inersia untuk bentuk benda yang tidak beraturan dengan distribusi massa yang tidak sama.


Gambar 2.1
Pada gambar di atas terlihat bila seutas tali tanpa massa dililitkan pada silinder yng dapat berputar bebas pada sumbu mendatar melalui porosnya. Salah satu ujungnya diikatkan pada silinder dan ujung yang lain digantungi beban. Kemudian tali dilepaskan maka beban akan turun dengan percepatan a sehingga berlaku hukum II Newton.
Silinder berjari-jari r akan berotasi dengan percepatan sudut konstan karena adanya gaya yang bekerja pada tepian silinder. Dengan demikian momen putar terhadap silinder besarnya adalah  = T.r Apabila momen inersia silinder I dan silinder dipercepat dengan percepatan anguler maka beban m akan turun dengan percepatan linier sebesar a = .r dan momen putar terhadap silinder besarnya adalah  = .I Untuk turun selama t detik, jarak yang ditempuh beban adalah h = ½.a t2
Secara matematis gambar di atas dapat diketahui momen inersianya sebagai berikut :



maka



dimana I = momen inersia (kg.m2)
m = massa beban (kg)
R = jari-jari roda (m)
g = percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
a = percepatan tangensial (m/s2)
 = momen gaya (N.m)
F = gaya (N)
T = tegangan tali (N)
Sedangkan besarnya percepatan tangensialnya adalah
dimana h = jarak tempuh beban (m)
t = waktu tempuh beban (s)
Dengan mengetahui percepatan tangensial momen inersia dapat dihitung
melalui percobaan dengan menggunakan berbagai macam beban yang berbeda.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya momen inersia antara lain :
 massa benda
 bentuk benda
 sumbu putar
Bila bentuk benda beraturan dan pejal maka momen inersianya lebih mudah dihitung daripada menghitung momen inersia pada benda yang bentuknya tidak beraturan. Kedudukan dan sumbu putar berpengaruh terhadap momen inersia karena bila benda mempunyai sumbu putar berbeda maka momen inersianya juga berbeda. Di bawah ini terdapat beberapa cara untuk menghitung momen inersia pada beberapa benda yang telah dapat terdiskripsikan.
Persamaan ini kemudian dapat diselesaikan dengan persamaan hukum II Newton untuk gerak rotasi dan translasi sistem, sehingga diperoleh :
 = I  = T R
T R = I 
T R = I a / R
T = I a / R2 ………..(a)
Berdasar gambar disamping :
W1 - T = m1 . a
m1 . g - T = m1 . a
T = m1 ( g - a )……….(b)
Gambar 2.2
Roda dg beban tunggal
Substitusi persamaan (a) ke (b) :
I a / R2 = m1 ( g - a )
I a = m1 R2 ( g - a )
I = m1 R2 ( g - a ) / a
sehingga didapat besar momen inersia : I = m1 R2 ( g / a - 1 )
Selain cara diatas dapat pula memakai metode dua beban seperti pada gambar 2.2 dibawah ini.





Gambar 2.3
Roda dg beban ganda
Pada Gambar diatas diasumsikan bahwa m1>m2 sehingga m1 bergerak ke bawah dengan persamaan tegangan T1 = m1 ( g - a ) { sama dengan T pada beban tunggal }.
Untuk persamaan T2 :
T2 - m2 . g = m2 . a
T2 = m2 ( a + g )
Gaya resultan pada roda terhadap sumbu :
  = I 
T1 . R - T2 . R = I 
( T1-T2 )R = I a / R { masukkan harga-harga T1 dan T2 }
Maka diperoleh harga momen inersia : I = R2 [ m1(g / a - 1) - m2(g / a + 1) ]

Jumat, 09 Oktober 2009

trolly

Benda dikatakan bergerak apabila kedudukannya berubah terhadap acuan tertentu, dan perubahan tersebut terjadi setiap saat. Titik-titik yang berurutan yang dilalui oleh benda yang bergerak disebut sebagai lintasan. Cabang ilmu fisika yang mempelajari gerak dengan mengabaikan faktor penyebabnya disebut kinematika sedangkan ilmu yang mempelajari gerak dengan melibatkan penyebab gerak tersebut disebut dinamika.
Suatu benda dikatakan mengalami gerak lurus apabila lintasan yang dilalui benda berbentuk garis lurus (tidak berbelok-belok). Gerak lurus yang dialami suatu benda ada bermacam-macam yaitu :
1. Gerak lurus beraturan yaitu gerak lurus sebuah benda dengan kecepatan konstan atau memiliki percepatan gerak = 0.
2. Gerak lurus berubah beraturan yaitu gerak lurus dengan percepatan konstan (tidak nol). Dan memiliki perubahan kecepatan yang sebanding dengan perubahan kecepatan dan waktu gerak.
3. Gerak lurus tak beraturan yaitu gerak lurus dimana percepatannya selalu berubah-ubah.
Ada beberapa istilah yang umum dipakai dalam mempelajari gerak yaitu jarak, perpindahan, kecepatan dan percepatan. Jarak adalah panjang lintasan yang sebenarnya yang dilalui benda (yg bergerak dari titik awal ke titik akhir). Sedang perpindahan adalah perubahan kedudukan benda (dlm lintasan) tiap satuan waktu. Kecepatan adalah kelajuan yang arah geraknya dinyatakan, sedangkan percepatan adalah laju perubahan kecepatan baik itu terhadap waktu maupun terhadap posisi. Dengan kata lain kecepatan dan percepatan adalah besaran vektor.









Bila besarnya percepatan gerak benda diketahui = a, maka kecepatan dapat dihitung dengan pengintegralan sebagai berikut :
a = dV / dt
dV = a . dt
sehingga dV = a . dt ( dengan a konstan)
dV = a dt
Vt - Vo = a ( t - 0 )
Vt = Vo + at ………………..1
Sedangkan jarak (X) dapat dihitung dengan :
V = dX / dt
dX = V dt
dX = (Vo + at) dt
X - Xo = Vo.t + 0,5 at2
X = Xo + Vo.t + 0,5 a t2 …………..2






Gambar 2.3 GLBB
Sebuah benda/partikel bergerak kekanan sepanjang sumbu x untuk jarak x=a. Benda bergerak tanpa kecepatan awal, sehingga persamaan menjadi : V = at
a = V / t
X= Xo + Vot + 0,5 at2
S= 0 + 0 + 0,5 at2
S= at2 ……………….3
Dari persamaan 3 nampak bahwa jarak yang ditempuh oleh suatu benda yang bergerak lurus berubah beraturan merupakan fungsi kwadrat t sedangkan untuk kecepatan ( pers. 2 ) merupakan fungsi dari t.
Sebuah benda yang diberikan sebuah gaya (dari posisi diam) maka benda tersebut akan bergerak dengan percepatan a dan kecepatan V, beberapa saat kemudian gaya dihilangkan, maka benda masih tetap bergerak untuk beberapa saat dan akhirnya berhenti di satu titik tertentu. Gerak benda setelah gaya dihilangkan (kecepatan) inilah yang disebut kecepatan sisa. Dan percepatannya juga disebut percepatan sisa (begitu pula jaraknya). Rumus ketiganya sama hanya berbeda indeksnya saja (V’, a’, S’). Perlu pula diketahui bahwa : k = S / t2 = 0,5 a; k = konstan.






Gambar 2.4 Kecepatan sisa

berikut grafik s terhadap t pada glb

 
Berikut grafik v terhadap t pada glb
 
Berikut grafik s terhadap t pada glbb
 
Berikut grafik v terhadap t pada glbb
 


 
 





Senin, 05 Oktober 2009

belajar gerak peluru

Setiap benda yang diberi kecepatan awal, lalu diteruskan untuk menempuh suatu lintasan yang arahnya dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang bekerja padanya dan juga dipengaruhi oleh gesekan udara, disebut peluru ( proyektil ). Dan lintasan yang dilalui oleh peluru itu disebut trayektori.
Gaya gravitasi terhadap peluru arahnya ke pusat bumi dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari pusat bumi. Pertama, gerak kita proyeksikan pada sumbu – sumbu yang melekat pada bumi. Karena sistemnya bukan suatu sistem yang lembam, tidaklah tepat betul memberlakukan Hukum Newton kedua untuk menghubungkan gaya terhadap peluru itu dengan percepatannya. Tetapi untuk trayektori yang jaraknya pendek, ketidaktepatan itu sangat kecil. Efek gesekan udara pun diabaikan, sehingga semua hasil perhitungan hanya berlaku untuk gerak dalam vakum di bumi yang tidak berputar dan permukaannya datar.
Karena satu – satunya gaya yang bekerja terhadap peluru dalam suatu kondisi yang diidealkan ini hanyalah beratnya sendiri, yang besar dan arahnya dianggap kon stan, maka geraknya diproyeksikan saja pada sepasang sumbu koordinat tegak lurus. Sumbu yang horisontal kita sebut sumbu x dan yang vertikal sumbu y, dan titik pangkal peluru mulai meluncur bebas. Maka komponen x gaya terhadap peluru adalah nol dan komponen y ialah berat peluru itu sendiri, -mg. Jadi, berdasarkan hukum Newtin kedua :

Artinya, komponen horisontal percepatannya adalah nol dan komponen vertikalnya m engarah ke bawah dan sama seperti arah gerak benda jatuh bebas. Komponen ke depan kecepatan tidak “membantu” peluru selama terbangnya. Karena percepatan nol berarti kecepatannya konstan, maka geraknya dapat dianggap sebagai kombinasi gerak horisontal yang kecepatannya konstan dengan gerak vertikal yang percepatannya konstan.



Vy V V = Vx

Vx
Y a = -g
Voy Vo
o
Vox  = -o
X V


Gambar 1: Trayektori sebuah peluru dengan kecepatan awal Vo
dan sudut elevasi o

Sekarang perihal kecepatan peluru, sumbu x dan sumbu y dilukiskan dengan titik pangkal koordinatnya pada titik di mana peluru itu mulai terbang bebas. Pada titik ini kita tetapkan t = 0. Kecepatan pada titik awal dilukiskan oleh vektor Vo, yang dinamakan kecepatan awal, atau kecepatan laras jika peluru itu ditembakkan dari senapan. Sudut o adalah sudut elevasi ( angle of departure ). Kecepatn awal diuraikan menjadi komponen horisontal Vox yang besarnya Vo Cos o, dan komponen vertikal Voy yang besarnya Vo Sin o.
Karena komponen kecepatan horisontal konstan, maka pada tiap saat t kita dapatkan :
Vx = Vox = Vo Cos o

Percepatan vertikal ialah –g, sehingga komponen kecepatan vertikal pada saat t ialah :

Vy = Voy – gt = Vo Sin o – gt

Komponen – komponen ini dapat dijumlahkan secara vektor untuk menentukan kecepatan resultan V. Besarnya ialah :



dan sudut  yang dibentuk terhadap horisontal ialah :



Vektor kecepatan V tangen pada trayektori, sehingga arahnya sama dengan arah trayektori.
Koordinat peluru pada sembarang saat lalu dapat ditentukan berdasarkan gerak dan kecepatan konstan serta percepatan konstan. Koordinat sumbu x ialah :

X = Vox t = Vo Cos o t

dan koordinat sumbu y ialah :

Y = Voy t – ½ gt2 = Vo Sin o t – ½ gt2

Pada saat mencapai puncak (tinggi maksimum), maka kecepatan menurut sumbu y adalah nol, maka :
Vy = Vo Sin o –gt
0 = Vo Sin o – gt
gt = Vo Sin o

Nilai t diperoleh dari persamaan di atas dan dapat disubstitusikan pada persamaan X dan Y sehingga diperoleh persamaan :

X = Vo Cos o t
= Vo Cos o *

X = Jarak horisontal maksimal yang dapat ditempuh peluru.

Y = Vo Sin o – ½ g t2
= Vo Sin o * – ½ g

Y = Jarak vertikal maksimum yang dapat ditempuh peluru

Bukti dari suatu trayektori suatu gerak peluru berbentuk parabola dapat dilihat dari mensubstitusi persamaan X = Vo Cos o ke persamaan Y = Vo Sin o – ½ gt2, maka :

Y = Vo Sin o * – ½ g
= Tan o X –

Bentuk ini sesuai dengan persamaan Y = BX – AX2, dimana persamaan ini adalah persamaan parabola yang terbuka ke bawah ( karena koefisien dari X2 bernilai negatif ).